Minggu, 17 April 2011

Hak Asasi Manusia dalam Islam


MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
HAK ASASI MANUSIA DALAM ISLAM


DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 2

1.     MIFTAH RAHMAT KODRI                            : F0A010006 
2.     SUPANGAT                                              : F0A010007
3.     YOSI RAHMADHANI                                       : F0A010008

   DIII KIMIA TERAPAN
    UNIVERSITAS JAMBI
    TAHUN AJARAN 2010/2011
KATA PENGANTAR

Assalammu’alaikum Wr.Wb.
Puji syukur kita ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga makalah yang berjudul “Hak Asasi Manusia dalam Islam ” dapat dibuat sesuai yang diharapkan. Makalah ini dapat terbit atas kerjasama penyusun dan merupakan isinya termasuk pelajaran dalam mata kuliah pendidikan agama islam.
            Makalah ini dibuat berdasarkan standar kompetensi mahasiswa Universitas Jambi. Dengan beberapa penyesuaian, setiap mahasiswa khususnya yang beragama Islam yang mengambil mata kuliah wajib Pendidikan Agama Islam (PAI) diharapkan membaca makalah ini sebagai acuan materi-materi pendalamannya tentang HAM dalam Islam.
            Akhirnya kami penyusun masih sangat terbuka terhadap kritikan konstruktif terhadap segala kekurangan yang terdapat dalam penulisan makalah ini, sehingga dapat menjadi lebih sempurna di masa yang akan datang. Ucapan terima kasih senantiasa kami sampaikan kepada Bapak H. Adi Fitri, S.Ag sebagai dosen pembimbing mata kuliah Pendidikan Agama Islam. Semoga Allah SWT memberikan segala kemudahan kepada kita semua dalam menegakkan Hak Asasi Manusia agar menjadi semakin lebih baik.

Wassalam a’lam bi al-shawab

                                                                                                Jambi, 26 Desember 2010


                                                                                                            Penyusun,
                                                                                                                       


DAFTAR ISI

        KATA PENGANTAR...............................................................................................i
         BAB I
         PENDAHULUAN
         LATAR BELAKANG...............................................................................................1
         RUMUSAN MASALAH...........................................................................................1
        BAB II
        PEMBAHASAN
I.                    PENGERTIAN HAM DALAM AGAMA ISLAM.......................................2
II.                 HAM MENURUT KONSEP ISLAM............................................................4
III.               NILAI-NILAI HAM DALAM SYARI’AH..................................................11
IV.              SEJARAH HAM DALAM ISLAM..............................................................15
V.                 HAM DAN UMAT ISLAM DI INDONESIA..............................................1
        BAB III
        PENUTUP
        KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................................22
        BAB IV
        DAFTAR PUSTAKA................................................................................................25







     BAB I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Hak asasi manusia atau biasa disingkat HAM, merupakan sebuah hal yang menjadi keharusan dari sebuah negara untuk menjaminnya dalam konstitusinya. Melalui deklarasi universal ham 10 desember 1948 merupakan tonggak bersejarah berlakunya penjaminan hak mengenai manusia sebagai manusia. Sejarah HAM dimulai dari magna charta di inggris pada tahun 1252 yang kemudian kemudian berlanjut pada bill of rights dan kemudian berpangkal pada DUHAM PBB. Dalam konteks keIndonesiaan penegakan HAM masih bisa dibilang kurang memuaskan. Banyak faktor yang menyebabkan penegakan HAM di Indonesia terhambat seperti problem politik, dualisme peradilan dan prosedural acara (kontras, 2004;160).
Islam sebagai agama bagi pengikutnya meyakini konsep Islam adalah sebagai way of life yang berarti pandangan hidup. Islam menurut para penganutnya merupakan konsep yang lengkap mengatur segala aspek kehidupan manusia. Begitu juga dalam pengaturan mengenai hak asasi manusia,Islam pun mengatur mengenai hak asasi manusia. Islam adalah agama rahmatan lil alamin yang berarti agama rahmat bagi seluruh alam. Bahkan dalam ketidakadilan sosial sekalipun Islam pun mengatur mengenai konsep kaum mustadhafin yang harus dibela.
Dalam Islam, konsep mengenai HAM sebenarnya telah mempunyai tempat tersendiri dalam pemikiran Islam. Perkembangan wacana demokrasi dengan Islam sebenarnya yang telah mendorong adanya wacana HAM dalam Islam. Karena dalam demokrasi, pengakuan terhadap hak asasi manusia mendapat tempat yang spesial. Berbagai macam pemikiran tentang demokrasi dapat dengan mudah kita temukan didalamnya konsep tentang penegakan HAM.
Bahkan HAM dalam Islam telah dibicarakan sejak empat belas tahun yang lalu (Anas Urbaningrum, 2004;91). Fakta ini mematahkan bahwa Islam tidak memiliki konsep tentang pengakuan HAM. berangkat dari itu makalah ini akan mencoba memberikan sedikit penerangan mengenai wacana HAM dalam Islam.

1.2 Rumusan Masalah
Beberapa yang menjadi topik sentral permasalahan dalam makalah ini yang akan dibahas adalah:
1.2.1 Apakah islam itu?
1.2.2 Adakah Nilai-nilai HAM dalam islam?
1.2.3 bagaimana sejarah HAM dalam islam?
1.2.4 Seperti apa bentuk HAM dalam Islam?

1.3 Tujuan Pembahasan Masalah
Setiap kegiatan yang dilakukan secara sistematis pasti mempunyai tujuan yang diharapkan, begitu pula makalah ini. Tujuan pembahasan makalah ini adalah:
1.3.1 Mengetahui apakah Islam itu
1.3.2 Mengetahui apakah HAM itu
1.3.3 Mengetahui apakah ada HAM dalam Islam
1.3.4 Mengetahui bentuk HAM dalam Islam





BAB II
Pembahasan
I.                   PENGERTIAN HAM DALAM AGAMA ISLAM
Hukum Islam adalah hukum yang ditetapkan oleh Allah melalui wahyu-Nya yang kini terdapat dalam Al Qur’an dan dijelaskan oleh Nabi Muhammad sebagai Rasul-Nya melalui Sunnah beliau yang kini terhimpun dengan baik dalam kitab-kitab hadits. Terdapat perbedaan pendapat antara ulama ushul fiqh dan ulama fiqh dalam memberikan pengertian hukum syar’i karena berbedanya sisi pandang mereka.
 Ulama fiqh berpendapat bahwa hukum adalah akibat yang ditimbulkan oleh tuntutan yaitu wajib, sunnah, haram, makruh dan mubah. Sedangkan ulama ushul fiqh mengatakan bahwa yang disebut hukum adalah dalil itu sendiri. Mereka membagi hukum tersebut kepada dua bagian besar yaitu hukum taklifi dan hukum wadh’i. Hukum taklifi berbentuk tuntutan dan pilihan yang disebut dengan wajib, sunnat, haram, makruh dan mubah. Dan hukum wadh’i terbagi kepada lima macam yaitu sabab, syarat, mani’, shah dan bathal. Masyarakat Indonesia disamping memakai istilah hukum Islam juga menggunakan istilah lain seperti syari’at Islam, atau fiqh Islam. Istilah-istilah tersebut mempunyai persamaan dan perbedaan. Syari’at Islam sering dipergunakan untuk ilmu syari’at dan fiqh Islam dipergunakan istilah hukum fiqh atau kadang-kadang hukum Islam, yang jelas antara yang satu dengan yang lain saling terkait
II         HAM MENURUT KONSEP ISLAM
Hak asasi dalam Islam berbeda dengan hak asasi menurut pengertian yang umum dikenal. Sebab seluruh hak merupakan kewajiban bagi negara maupun individu yang tidak boleh diabaikan. Rasulullah saw pernah bersabda: "Sesungguhnya darahmu, hartamu dan kehormatanmu haram atas kamu." (HR. Bukhari dan Muslim). Maka negara bukan saja menahan diri dari menyentuh hak-hak asasi ini, melainkan mempunyai kewajiban memberikan dan menjamin hak-hak ini.
Sebagai contoh, negara berkewajiban menjamin perlindungan sosial bagi setiap individu tanpa ada perbedaan jenis kelamin, tidak juga perbedaan muslim dan non-muslim. Islam tidak hanya menjadikan itu kewajiban negara, melainkan negara diperintahkan untuk berperang demi melindungi hak-hak ini. Dari sinilah kaum muslimin di bawah Abu Bakar memerangi orang-orang yang tidak mau membayar zakat.
Negara juga menjamin tidak ada pelanggaran terhadap hak-hak ini dari pihak individu. Sebab pemerintah mempunyai tugas sosial yang apabila tidak dilaksanakan berarti tidak berhak untuk tetap memerintah. Allah berfirman:
"Yaitu orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukannya di muka bumi, niscaya mereka menegakkan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah perbuatan munkar. Dan kepada Allah-lah kembali semua urusan." (QS. 22: 4)
Pertanyaan adakah ham dalam Islam harus dirunut secara sejarah dialektika HAM dalam Islam. Menurut Anas Urbaningrum hak asasi manusia atau lebih dikenal manusia modern sebagai HAM, telah lebih dahulu diwacanakan oleh Islam sejak empat belas abad silam. Hal ini memberi kepastian bahwa pandangan Islam yang khas tentang HAM sebenarnya telah hadir sebelum deklarasi universal HAM PBB pada 18 Shafar 1369 Hijriyah atau bertepatan dengan 10 Desember 1948 Masehi (Anas, 2004;91). Secara internasional umat Islam yang terlembagakan dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI) pada 5 Agustus 1990 mengeluarkan deklarasi tentang HAM dari perspektif Islam. Deklarasi yang juga dikenal sebagai “Deklarasi Kairo” mengandung prinsip dan ketentuan tentang HAM berdasarkan syari’ah (Azra).
HAM dalam Islam telah dibicarakan sejak empat belas tahun yang lalu (Anas Urbaningrum, 2004;91). Ini dibuktikan oleh adanya Piagam Madinah (mitsaq Al-Madinah) yang terjadi pada saat Nabi Muhammad berhijrah ke kota Madinah. Dalam Dokumen Madinah atau Piagam Madinah itu berisi antara lain pengakuan dan penegasan bahwa semua kelompok di kota Nabi itu, baik umat yahudi, umat nasrani maupun umat Islam sendiri, adalah merupakan satu bangsa (Idris, 2004;102). Dari pengakuan terhadap semua pihak untuk bekerja sama sebagai satu bangsa, didalam piagam itu terdapat pengakuan mengenai HAM bagi masing-masing pihak yang bersepakat dalam piagam itu. Secara langsung dapat kita lihat bahwa dalam piagam madinah itu HAM sudah mendapatkan pengkuan oleh Islam
Memang, terdapat prinsip-prinsip HAM yang universal; sama dengan adanya perspektif Islam universal tentang HAM (huqul al-insan), yang dalam banyak hal kompatibel dengan Deklarasi Universal HAM (DUHAM). Tetapi juga harus diakui, terdapat upaya-upaya di kalangan sarjana Muslim dan negara Islam di Timur Tengah untuk lebih mengkontekstualisasikan DUHAM dengan interpretasi tertentu dalam Islam dan bahkan dengan lingkungan sosial dan budaya masyarakat-masyarakat Muslim tertentu pula.
Islam sebagai agama universal membuka wacana signifikan bagi HAM. tema-tema HAM dalam Islam, sesungguhnya merupakan tema yang senantiasa muncul, terutama jika dikaitkan dengan sejarah panjang penegakan agama Islam. Menurut Syekh Syaukat Hussain yang diambil dari bukunya Anas Urbaningrum, HAM dikategotrikan dalam dua klasifikasi. Pertama, HAM yang didasarkan oleh Islam bagi seseorang sebagai manusia. Dan kedua, HAM yang diserahkan kepada seseorang atau kelompok tertentu yang berbeda. Contohnya seperti hak-hak khusus bagi non-muslim, kaum wanita, buruh, anak-anak dan sebagainya, merupakan kategori yang kedua ini (Anas, 2004;92).
Berdasarkan temuan diatas akan kita coba mencari kesamaan atau kompatibilitas antara HAM yang terkandung dalam Islam. Akan kita coba membagi hak asasi manusia secara klasifikasi hak negatif dan hak positif. Dalam hal ini hak negatif yang dimaksud adalah hak yang memberian kebebasan kepada setiap individu dalam pemenuhannya.
Yang pertama adalah hak negatif yaitu memberikan kebebasan kepada menusia dalam pemenuhannya. Bebrapa yang dapat kita ambil sebagai contoh yaitu:
Hak atas hidup, dan menghargai hidup manusia. Islam menegaskan bahwa pembunuhan terhadap seorang manusia ibarat membunuh seluruh umat manusia. Hak ini terkandung dalam surah Al-Maidah ayat 63 yang berbunyi :
“Oleh karena itu kami tetapkan (suatu hukum) bagi bani israil, bahwa: barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barang siapa yang memlihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa) keternagan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantar amereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi.” (QS 5;63)
Hak untuk mendapat perlindungan dari hukuman yang sewenarg wenang. yaitu dalam surat Al An’am : 164 dan surat Fathir 18 yang masing masing berbunyi :
Katakanlah: “Apakah aku mencari Tuhan selain Allah, padahal Dia adalah tuhan bagi segala sesuatu. Dan tidaklah sesorang membuat dosa melainkan kemudharatannya kembali kepada dirinya sendiri; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Kemudian kepada Tuhanmulah kamu kembali, dan akan diberitakan-Nya kepadamu apa yang kamu perselisihkan”. (QS 6;164)
“Dan orang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Dan jika sesorang yang berat dosanya memanggil (orang lain) untuk memikul dosanya itu tiadalah akan dipikulkan untuknya sedikit pun meskipun (yang dipanggilnya itu) kaum kerabatnya. Sesungguhnya yang dapat kamu beri peringatan hanya orang-orang yang takut kepada azab Tuhannya (sekalipun) mereka tidak melihat-Nya dan mereka mendirikan sembahyang. Dan barangsiapa yang mensucikan dirinya, sesungguhnya ia mensucikan diri untuk kebaikan dirinya sendiri. Dan kepada Allah-lah kembali(mu)”. (QS 35;18)
Hak atas keamanan dan kemerdekaan pribadi terdapat dalam surat An Nisa ayat 58 dan surat Al-Hujurat : 6 yang berbunyi seperti ini:
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum diantara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS 4;58)
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang yang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaanya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (QS 49;6)
Hak atas kebebasan beragama memilih keyakinan berdasar hati nurani. Yang bisa kita lihat secara tersirat dalam surat Al Baqarah ayat 256 dan surat Al Ankabut ayat 46 yang berbunyi:
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada yang thagut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS 2;256)
“Dan janganlah kamu berdebat dengan ahli kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zhalim di antara mereka, dan katakanlah: “kami telah beriman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu; Tuhan kami dan Tuhanmu adalah satu; dan kami hanya kepada-Nya berserah diri”. (QS 29;46)
Hak atas persamaan hak didepan hukum secara tersirat terdapat dalam surat An-Nisa ayat 1 dan 135 dan Al Hujurat ayat13:
“Hai sekalian manusia bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciotakan dari diri yang satu, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah)hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (QS 4;1)
“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tau kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutarbalikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.” (QS 4;135)
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjdaikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS 49;13)
Dalam hal kebebasan berserikat Islam juga memberikan dalam surat Ali Imran ayat 104-105 yang berbunyi:
“Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar ; merekalah orang yang beruntung”. (QS 3;104)
“Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat.” (QS 3;105)
Dalam memberikan suatu protes terhadap pemerintahan yang zhalim dan bersifat tiran. Islam memberikan hak untuk memprotes pemerintahan yang zhalim, secara tersirat dapat diambil dari surat An-Nisa ayat 148, surat Al Maidah 78-79, surat Al A’raf ayat 165, Surat Ali Imran ayat 110 yang masing masing berbunyi:
“Allah tidak menyukai ucapan buruk, (yang diucapkan) dengan terus terang kecuali oleh orang yang dianiaya. Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS 4;148)
“Telah dila’nati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan ‘Isa Putera Maryam. Yang demikian itu. Disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas.” (QS 5;78)
“Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan yang munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu.” (QS 5;79)
“Maka tatkala mereka melupakan apa yang diperingatkan kepada mereka, Kami selamatkan orang-orang yang melarang dari perbuatan jahat dan Kami timpakan kepada orang-orang yang zalim siksaan yang keras, disebabkan mereka selalu berbuat fasik.” (QS 7;165)
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab Beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; diantara mereka yang ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” (QS 3;110)
Dalam pemenuhan kebutuhan dasarnya seperti bentuk hak positif dalam hak ekonomi sosial dan Islam pun mengandung secara tersirat mengenai hak ini.
Hak mendapatkan kebutuhan dasar hidup manusia secara tersirat terdapat dalam surat Al Baqarah ayat 29, surat Ad-Dzariyat ayat 19, surat Al Jumu’ah ayat 10, yang berbunyi:
“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada dimuka bumi untuk kamu dan Dia berkehendak menuju langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS 2;29)
“Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian.” (QS 51;19)
“Apabila telah ditunaikan sembahyang, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung. “(QS 62;10)
Dalam hak mendapatkan pendidikan Islam juga memiliki pengaturan secara tersirat dalam surat Yunus ayat 101, surat Al-Alaq ayat 1-5, surat Al Mujadilah ayat 11 dan surat Az-Zumar ayat 9 yang masing-masing berbunyi berbunyi:
Katakanlah: “Perhatikanlah apa yang ada di langit dan di bumi. Tidaklah bermanfa’at tanda kekuasaan Allah dan rasul-rasul yang memberi peringatan bagi orang-orang yang tidak beriman”. (QS 10;101)
“Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu: “berlapang-lapanglah dalam majlis”, maka lapangkanlah. Niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan:berdirilah kamu, maka berdirilah kamu, niscaya Allah akan meninggikan orang orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS 58;11)
(apakah kamu hai orang yang musyrik) ataukah orang-orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhrat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: “adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?”. Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.
 III       NILAI-NILAI HAM DALAM SYARI’AH
          Secara normatif, nilai-nilai HAM dirumuskan oleh PBB dalam sebuah deklarasi yang kemudian dikenal sebagai Deklarasi Hak Asasi Manusia Universal (Universal Declaration of Human Rights) PBB pada 10 Desember 1948. Deklarasi ini disepakati oleh 48 negara dimaksudkan untuk menjadi standar umum yang universal dari hak asasi manusia bagi sleuruh bangsa dan umat manusia. Deklarasi ini menyebutkan seluruh hak dan kebebasan yang dinikmati setiap individu tanpa memandang ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, opini politik, dan opini lainnya, asal-usul kebangsaan atau sosial, status kekayaan, kelahiran, dan status lainnya.
          Deklarasi ini terdiri dari 30 pasal. Secara umum pasal-pasal itu mengatur hak-hak yang menjunjung tinggi martabat manusia baik sebagai individu, anggota masyarakat bangsa, maupun masyarakat internasional.
         Dilihat dari tujuan, nilai-nilai HAM di atas sangat universal dan baik. Harkat dan martabat manusia dijunjung tinggi terlepas dari perbedaan ras, agama, warna kulit, dan perbedaan lainnya. Dalam konteks ajaran Islam, nilai-nilai itu diakui sebagai sunnatullah.
            Islam adalah agama yang universal dan komprehensif yang melingkupi beberapa konsep. Konsep yang dimaksud yaitu aqidah, ibadah, dan muamalat yang masing-masing memuat ajaran keimanan. Aqidah, ibadah dan muamalat, di samping mengandung ajaran keimanan, juga mencakup dimensi ajaran agama Islam yang dilandasi oleh ketentuan-ketentuan berupa syariat atau fikih. Selanjutnya, di dalam Islam, menurut Abu A'Ala Al-Maududi, ada dua konsep tentang Hak. Pertama, Hak Manusia atau huquq al-insān al-dharuriyyah. Kedua, Hak Allah atau huquq Allah. Kedua jenis hak tersebut tidak bisa dipisahkan. Dan hal inilah yang membedakan antara konsep HAM menurut Islam dan HAM menurut perspektif Barat.
            Perlu dicatat bahwa inti dari HAM adalah egalitarianisme, demokrasi, persamaan hak di depan hukum, dan keadilan sosial, ekonomi, dan budaya. Elemen-elemen itu mengejawantah dalam bentuk di antaranya dalam perbedaan dan keragaman dalam arti yang luas. Perbedaan, misalnya dalam pandangan Islam, adalah kehendak Allah karena itu segala upaya yang memaksa agar semua manusia itu seragam (satu agama, satu bangsa, satu warna kulit, satu opini politik) adalah penyangkalan terhadap sunnatullah itu. Dalam al-Qur'an Allah menegaskan, yang artinya:

"dan Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka Apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya?"  QS, Yunus [10]: 99.

            Kitab tafsir yang sangat dihormati, Tafsir Jalalain, membuat tekanan sentral yang lebih memperjelas ayat ini dengan mengatakan, "hendak kau paksa jugakah orang untuk melakukan apa yang Allah sendiri tidak ingin melakukannya terhadap mereka?"
            Penegasan Jalalain dapat mempertegas bahwa usaha untuk menyamakan semua perbedaan semua umat manusia adalah sebuah tindakan pelanggaran HAM. Ini juga menunjukkan bahwa dengan perbedaan manusia didorong untuk saling menolong dan bekerjasama. Karena itu, sikap menghargai atas perbedaan di antara manusia adalah sikap primordial yang tumbuh secara organik sejak Islam diserukan kepada umat manusia 1500 tahun yang lalu.
            Islam menyadari bahwa mengakui perbedaan adalah sikap paling realistis. Hal ini ditegaskan dalam al-Qur'an Surat al-Baqarah: 272 "Bukan tugasmu (hai Rasul) memberi petunjuk kepada mereka. Tetapi Allahlah yang memberi petunjuk kepada siapapun yang kekehendaki-Nya". Ayat-ayat ini adalah prinsip HAM dalam beragama dan dalam menghormati perbedaan. Namun demikian, ayat ini menganjurkan agar setiap orang yang beriman harus tetap teguh tanpa harus terpengaruh oleh ajaran yang lain.
            Selain prinsip HAM di atas, prinsip-prinsip lain yang bersifat menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia adalah kritik Islam atas ketidakadilan, ketimpangan sosial, dan diskriminasi. Nilai-nilai ini adalah juga yang diperjuangkan oleh HAM. Sejak 1500 tahun yang lalu, al-Qur'an menyampaikan kritik ini seperti ketidakadilan ekonomi dalam pernyataan "kekayaan tidak boleh berputar di kalangan orang-orang kaya saja", QS, 59:7. Juga aturan zakat dalam QS 9:60 memperkuat bagaimana Islam peduli pada orang-orang tertindas yang perlu ditolong dan ditingkatkan harkat dan martabatnya. Melakukan pembiaran atas nasib orang-orang miskin dan terlantar adalah perbuatan melanggar agama dan HAM.
            Selanjutnya, pada level sosial-politik al-Qur'an ingin menguatkan unit kekeluargaan paling dasar yang terdiri dari kedua orang tua, anak-anak, dan kakek-nenek. Unit keluarga adalah dasar keharmonisan di mana harkat manusia mulai ditegakkan. Karena itu al-Qur'an peduli pada aspek ini seperti diterangkan dalam QS, 2: 83, 4:36, 6:161, 17:23, 29:8, dan lain-lain. Karena itu, peningkatan harkat dan martabat manusia hanya bisa bermakna jika dikaitkan dengan aspek keadilan ekonomi, sosial, dan politik. Prinsip-prinsip al-Qur'an di atas mengatur sedemikian rupa sehingga hak-hak manusia tidak dilanggar baik dalam tingkat individu, keluarga, maupun masyarakat. Baik secara ekonomi, sosial, maupun politik.
            Jadi, persamaan hak, keadilan, tolong-menolong, dan persamaan di depan hukum adalah prinsip-prinsip kunci yang sangat diperhatikan di dalam Syari'ah. Dalam sejarah peradaban Islam, prinsip-prinsip ini dipegang oleh umat Islam sebagai cara hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
            Dengan prinsip-prinsip yang sangat jelas di atas, maka setiap pemaksaan kehendak, penindasan, diskriminasi, intoleransi, terorisme, dan hal-hal yang menyalahi sunnatullah bukanlah ajaran Islam. Sekalipun hal ini dilakukan oleh oknum umat Islam, namun ini tetap sebagai bukan ajaran Islam. Penegasan ini perlu, karena semua  pelanggaran HAM dalam bentuk pemerintahan otoriter (Sadam Husen, Khomeini, Kadafi, dan lain-lain), dalam bentuk terorisme, dan dalam bentuk penindasan kaum wanita selalu dialamatkan kepada umat Islam. Terorisme adalah persoalan politik dan ada di setiap agama manapun. Terorisme bukan ajaran agama karena ia bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan sunnatullah.
            Dalam sejarah, pelanggaran semacam ini pernah dilakukan oleh setiap agama. Namun, akan lebih bijak kalau pelanggaran dan kekejaman atas nama agama bukan karena ajaran agama itu sendiri, tetapi semata-mata oleh oknum-oknum umat beragama yang salah menginterpretasikan ajaran agamanya. Di sini perlu adanya upaya-upaya kerja sama di antara semua pemeluk agama untuk mencari akar-akarnya sehingga ajaran agama tidak menjadi pendorong pelanggaran HAM.
            Secara normatif, tidak ada agama yang menganjurkan kekerasan, kekejaman, dan pelanggaran atas hak-hak asasi manusia. Dalam konteks ajaran Islam, ia justru menawarkan konsep kerja sama berdasarkan keadilan, saling menghormati, dan persaudaraan. Masalah keyakinan adalah masalah Tuhan, yang manusia sendiri tidak memiliki kewenangan untuk mengadili. Hal ini ditegaskan dalam QS, 16:125, "Sesungguhnya Tuhanmu jauh lebih mengetahui daripada engkau tentang siapa yang menyimpang dari jalan-Nya dan siapa yang mendapat petunjuk".  Prinsip ini mempertegas bahwa dahulukan penghormatan terhadap HAM dan jangan engkau hiraukan keyakinannya selama ia tidak memusuhi dan melakukan penyerangan. Dengan kata lain, keyakinan yang berbeda jangan menghalangi kerja sama dan saling menghormati di antara manusia. Prinsip al-Qur'an ini menjadi jalan umat Islam untuk menjadi pelopor dalam toleransi dan penegakan hak-hak asasi manusia. Umat Islam semestinya tidak gamang berbicara soal HAM, karena prinsip-prinsipnya telah diajarkan dalam al-Qur'an 1500 tahun yang lalu. Kegamangan untuk menegakkan HAM oleh umat Islam justru menandai kemunduran perspektif Islam dan membiarkan prinsip ini tidak aplikatif.
            Penggalian prinsip-prinsip HAM dari Syari'ah memang sudah mulai dilakukan oleh sejumlah ulama. Hasilnya adalah munculnya karya-karya tentang HAM. Bahkan dengan pengayaan baru bahwa Hak Asasi Manusia harus satu paket dengan Kewajiban Asasi Manusia. Konsep Syari'ah tentang HAM dan seluk-beluknya masih terus dapat digali. Bahkan bisa ditambahkan ke dalam muatan HAM yang sudah ada. Pengembangan nilai-nilai HAM dengan pengayaan prinsip-prinsip Syari'ah dapat menjadi pilihan masa depan yang selanjutnya membentuk semacam "Teologi Toleransi", "Teologi HAM", atau "Teologi Kerukunan Beragama".
            Selanjutnya "Teologi HAM" dapat dirumuskan melalui kajian tafsir tematik (maudhu'iy), yakni mengklasifikasikan ayat-ayat yang memuat tema HAM kemudian dirumuskan dalam bentuk konsep-konsep utama tentang "Teologi HAM". Langkah semacam ini bisa diambil dari lompatan sejarah Islam tentang HAM sebagaimana tertulis dalam Piagam Madinah (al-Dustur al-Madinah) dan Cairo Declaration.
            Dalam deklarasi Madinah melalui Piagam Madinah yang terdiri 47 point merupakan konstitusi atau Undang-Undang Dasar (UUD) bagi negara Islam yang pertama didirikan oleh Nabi Muhammad SAW sebagai pedoman perilaku sosial, keagamaan, serta perlindungan semua anggota komunitas yang hidup bersama-sama di Madinah.
            Fenomena Piagam Madinah yang dijadikan pedoman perilaku sosial, keagamaan, serta perlindungan semua anggota komunitas yang hidup bersama-sama tersebut sampai menimbulkan decak kagum dari seorang sosiolog modern terkemuka berkebangsaan Amerika, yaitu Robert N Bellah, yang menyatakan bahwa kehidupan Madinah yang sangat menjunjung tinggi HAM, terlampau modern untuk ukuran zaman itu.
            Adapun ajaran pokok dalam Piagam Madinah itu adalah: Pertama, interaksi secara baik dengan sesama, baik pemeluk Islam maupun non Muslim. Kedua, saling membantu dalam menghadapi musuh bersama. Ketiga, membela mereka yang teraniaya. Keempat, saling menasihati. Dan kelima menghormati kebebasan beragama. Satu dasar itu yang telah diletakkan oleh Piagam Madinah sebagai landasan bagi kehidupan bernegara untuk masyarakat majemuk di Madinah.
            Selain deklarasi Madinah juga terdapat deklarasi Cairo yang memuat ketentuan HAM yakni Hak Persamaan dan Kebebasan (QS. Al-Isra : 70, An Nisa : 58, 105, 107, 135 dan Al-Mumahanah : 8). Hak Hidup (QS. Al-Maidah : 45 dan Al - Isra : 33). Hak Perlindungan Diri (QS. al-Balad : 12 - 17, At-Taubah : 6). Hak Kehormatan Pribadi (QS. At-Taubah : 6). Hak Keluarga (QS. Al-Baqarah : 221, Al-Rum : 21, An-Nisa 1, At-Tahrim :6). Hak Keseteraan Wanita dan Pria (QS. Al-Baqarah : 228 dan Al-Hujrat : 13). Hak Anak dari Orangtua (QS. Al-Baqarah : 233 dan surah Al-Isra : 23 - 24).
            Selanjutnya, Hak Mendapatkan Pendidikan (QS. At-Taubah : 122, Al-Alaq : 1 - 5). Hak Kebebasan Beragama (QS. Al-kafirun : 1 - 6, Al-Baqarah : 136 dan Al Kahti : 29). Hak Kebebasan Mencari Suaka (QS. An-Nisa : 97, Al Mumtaharoh : 9). Hak Memperoleh Pekerjaan (QS. At-Taubah : 105, Al-Baqarah : 286, Al-Malk : 15). Hak Memperoleh Perlakuan yang Sama (QS. Al-Baqarah 275 - 278, An-Nisa 161, Al-Imran : 130). Hak Kepemilikan (QS. Al-Baqarah : 29, An-Nisa : 29). Dan Hak Taharan (QS. Al-Mumtaharah : 8). Ayat-ayat di atas yang secara tematik dapat menjadi konsep-konsep utama al-Qur'an tentang HAM dapat diperluas lagi.
            Dari gambaran di atas baik deklarasi Madinah maupun deklarasi Cairo, betapa besarnya perhatian Islam terhadap HAM yang dimulai sejak Islam ada sehingga Islam tidak membeda-bedakan latar belakang agama, suku, budaya, strata sosial dan sebagainya.

IV.       SEJARAH HAM DALAM ISLAM      
Apabila kita berbicara tentang sejarah HAM, maka hal ini senantiasa mengenai konsepsi HAM menurut versi orang-orang Eropa/Barat, sebagaimana telah di bahas di muka. Padahal kalau kita mau bicara jujur, sesungguhnya agama Islam telah mendominasi benua Asia, Afrika, dan sebagian Eropa selama beratus-ratus tahun lamanya dan telah menjadi faktor penting bagi kebangkitan bangsa-bangsa Eropa (Luhulima, 1999). Tetapi fakta historis seperti ini jadinya diabaikan mereka, sesudah orang-orang Islam ditaklukkan dalam perang Salib terakhir (abad 14-15) di Eropa, hingga pasca perang dunia kedua (1945).

Menurut Ismail Muhammad Djamil (1950), fakta telah membuktikan, bahwa risalah Islam (sejak permulaannya kota suci Mekah sudah memasukkan hak-hak asasi manusia dalam ajaran-ajaran dasarnya bersamaan dengan penekanan masalah kewajiban manusia terhadap sesamanya .

Oleh karenanya, kita dapat menemukan di berbagai surat dalam Kitab Suci Al Qur`an yang diturunkan pada awal-awal periode Mekah, yang berbicata tentang pengutukan terhadap berbagai bentuk pelanggaran hak-hak asasi manusia yang berlaku pada masa itu. Al Qur`an tidak hanya mengutuk berbagai pelanggaran hak-hak asasi manusia yang terjadi pada masa itu, tetapi juga memberikan motivasi secara positif kepada manusia untuk menghargai hak-hak tersebut.

Hal ini sebagaimana difirmankan Allah S.W.T :

"Dan apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya, karena dosa apakah dia dibunuh" (Q.S. At-Takwir : 8-9)

"Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin" (Q.S. Al-Ma`un : 1-3)

"Dan tahukah kamu apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu? (Yaitu) melepaskan budak dari perbudakan" (Q.S. Al-Balad : 12-13)

Nabi Muhammad S.A.W. yang kehidupannya merupakan praktik nyata dari kandungan Al-Qur`an, sejak awal kenabiannya telah memberikan perhatian yang sangat besar terhadap hak-hak asasi manusia ini. Setelah beliau hijrah ke kota Madinah dan mendirikan secara penuh suatu negara Islam sesuai dengan petunjuk Illahi, maka beliau segera menerapkan program jangka panjang untuk menghapus segala bentuk tekanan yang ada terhadap hak-hak asasi manusia.

Nabi Muhammad S.A.W. telah mengadakan berbagai tindakan sebagaimana telah ditetapkan dalam Al Qur`an yang menghendaki terwujudnya pelaksanaan hak-hak asasi mansia. Selain itu, beliau telah memproklamasikan kesucian hak-hak asasi manusia ini untuk segala zaman ketika berkhutbah di depan kaum muslim pada waktu haji wada` (perpisahan), yakni sebagaimana diriwayatkan dalam H.R. Muslim ("Kitab al-Hajj"), sebagai berikut :

"Jiwamu, harta bendamu, dan kehormatanmu adalah sesuci hari ini. Bertakwalah kepada Alloh dalam hal istri-istrimu dan perlakuan yang baik kepada mereka, karena mereka adalah pasangan-pasanganmu dan penolong-penolongmu yang setia. Tak ada seorang pun yang lebih tinggi derajatnya kecuali berdasarkan atas ketakwaan dan kesalehannya. Semua manusia adalah anak keturunan Adam, dan Adam itu diciptakan dari tanah liat. Keunggulan itu tidak berarti orang Arab berada di atas orang nonArab dan begitu juga bukan nonArab di atas orang Arab. Keunggulan juga tidak dipunyai oleh orang kulit putih lebih dari orang kulit hitam dan begitu juga bukan orang kulit hitam di atas orang kulit putih. Keunggulan ini berdasarkan atas ketakwaannya"

Kedudukan penting HAM sesudah wafatnya Rosulullah S.A.W. dan diteruskan oleh Khulafa ar-Rosyidin, serta sistem kekuasaan Islam berganti dengan monarki. Di sini HAM dalam Islam tetap mendapatkan perhatian luar biasa masyarakat Islam. HAM dalam Islam bukanlah sifat perlindungan individu terhadap kekuasaan negara yang terbatas, namun merupakan tujuan dari negara itu sendiri untuk menjaga hak-hak asasi manusia terutama bagi mereka yang terampas hak-haknya. Jadi, setiap prinsip dasar pemerintahan Islam pada hakikatnya adalah berlakunya suatu praktik usaha perlindungan dari terjadinya pelanggaran HAM. Kini Islam telah memberikan sinar harapan bagi umat manusia yang menderita dengan cara memberikan, melaksanakan, dan menjamin respek terhadap hak-hak asasi manusia itu.

Selanjutnya, untuk menandai permulaan abad ke-15 Era Islam, bulan September 1981, di Paris (Perancis), telah diproklamasikan Deklarasi HAM Islam Sedunia. Deklarasi ini berdasarkan Kitab Suci Al-Qur`an dan As-Sunnah serta telah dicanangkan oleh para sarjana muslim, ahli hukum, dan para perwakilan pergerakan Islam di seluruh dunia.

Deklarasi HAM Islam Sedunia itu terdiri dari Pembukaan dan 22 macam hak-hak asasi manusia yang harus ditegakkan, yakni mencakup :
1. Hak Hidup
2. Hak Kemerdekaan
3. Hak Persamaan dan Larangan terhadap Adanya Diskriminasi yang Tidak Terizinkan
4. Hak Mendapat Keadilan
5. Hak Mendapatkan Proses Hukum yang Adil
6. Hak Mendapatkan Perlindungan dari Penyalahgunaan Kekuasaan
7. Hak Mendapatkan Perlindungan dari Penyiksaan
8. Hak Mendapatkan Perlindungan atau Kehormatan dan Nama Baik
9. Hak Memperoleh Suaka (Asylum)
10. Hak-hak Minoritas
11. Hak dan Kewajiban untuk Berpartisipasi dalam Pelaksanaan dan Manajemen Urusan-urusan Publik
12. Hak Kebebasan Percaya, Berpikir, dan Berbicara
13. Hak Kebebasan Beragama
14. Hak Berserikat Bebas
15. Hak Ekonomi dan Hak Berkembang Darinya
16. Hak Mendapatkan Perlindungan atas Harta Benda
17. Hak Status dan Martabat Pekerja dan Buruh
18. Hak Membentuk Sebuah Keluarga dan Masalah-masalahnya
19. Hak-hak Wanita yang Sudah Menikah.
20. Hak Mendapatkan Pendidikan
21. Hak Menikmati Keleluasaan Pribadi (Privacy)
22. Hak Mendapatkan Kebebasan Berpindah dan Bertempat Tinggal

C. Konsepsi Hak Asasi Manusia dalam Islam

Menurut Syekh Syaukat Hussain (1996), hak asasi manusia (HAM) yang dijamin oleh agama Islam dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori, yaitu :
1. HAM dasar yang telah diletakkan oleh Islam bagi seseorang sebagai manusia; dan
2. HAM yang dianugerahkan oleh Islam bagi kelompok rakyat yang berbeda dalam situasi tertentu, status, posisi dan lain-lainnya yang mereka miliki. Hak-hak asasi manusia khusus bagi nonmuslim, kaum wanita, buruh/pekerja, anak-anak, dan lainnya merupakan beberapa contoh dari kategori hak asasi manusia-hak asasi manusia ini.

Hak-hak dasar yang terdapat dalam HAM menurut Islam ialah : (1) Hak Hidup; (2) Hak-hak Milik; (3) Hak Perlindungan Kehormatan; (4) Hak Keamanan dan Kesucian Kehidupan Pribadi; (5) Hak Keamanan Kemerdekaan Pribadi; (6) Hak Perlindungan dari Hukuman Penjara yang Sewenang-wenang; (7) Hak untuk Memprotes Kelaliman (Tirani); (8) Hak Kebebasan Ekspresi; (9) Hak Kebebasan Hati Nurani dan Keyakinan; (10) Hak Kebebasan Berserikat; (11) Hak Kebebasan Berpindah; (12) Hak Persamaan Hak dalam Hukum; (13) Hak Mendapatkan Keadilan; (14) Hak Mendapatkan Kebutuhan Dasar Hidup Manusia; dan (15) Hak Mendapatkan Pendidikan.
V.       HAM DAN UMAT ISLAM DI INDONESIA
            Implementasi HAM di Indonesia mengikuti iklim politik yang berjalan. Politik di Indonesia bukanlah politik Islam. Namun demikian, dalam banyak hal nilai-nilai Islam masuk ke dalam semangat perundangan dan peraturan negara.
Terkait dengan toleransi, kerukunan beragama, dan penolakan terhadap terorisme, umat Islam Indonesia sebagaimana diwakili oleh ormas-ormas Islam (Muhammadiyah, NU, Persis, Al-Irsyad, dan lain-lain) memiliki sikap yang jelas. Umat Islam Indonesia mendukung toleransi, mengutuk terorisme, mengembangkan kebajikan-kebajikan sosial, dan aktif dalam program pemberdayaan perempuan dan pengentasan kemiskinan melalui unit-unit organisasi di bawahnya.
            Karena itu, melihat umat Islam Indonesia harus dipisahkan dari kebijakan-kebijakan pemerintahnya. Jika ada pelanggaran HAM yang dilakukan oleh negara, maka tidak otomatis oleh umat Islam. Jika ada kekerasan dilakukan oleh oknum umat Islam, tidak otomatis oleh Islam. Pemisahan ini perlu agar segala hal yang tidak sesuai dengan ajaran Islam dianggap sebagai ajaran Islam itu sendiri.
            Sikap umat Islam Indonesia terhadap prinsip-prinsip HAM sudah final dan konklusif. Perbedaannya terletak pada aspek rincian dan metode implementasi. Karena itu, kerjasama dan dialog tentang bagaimana menegakkan HAM terus dilakukan dengan mempertimbangkan aspek-aspek spesifik dari masing-masing konsep ajaran agama.
            Ormas-ormas Islam adalah representasi dari umat Islam Indonesia. Dalam sejarah HAM, umat Islam justru menjadi korban pelanggaran HAM oleh negara (rejim politik tertentu). Tragedi G 30 S, Peristiwa Tanjung Periuk, dan lain-lainnya adalah contoh pelanggaran HAM yang meminta korban umat Islam. Dengan demikian, selama ini umat Islam Indonesia tetap konsisten membela tegaknya HAM dan bahkan sangat kritis terhadap semua bentuk pelanggaran HAM baik yang dilakukan oleh negara ataupun oleh oknum umat Islam.
            Karena itu, menilai apakah Islam di Indonesia bagian dari penegakan HAM harus dilihat dari optik sikap resmi ormas-ormas Islamnya. Bukan oleh sikap pribadi-pribadi Muslim atau kebijakan-kebijakan pemerintah. Dari perspektif ini hubungan antara umat Islam Indonesia dengan prinsip-prinsip HAM adalah paralel dan bukan antagonistis.
            Ormas-ormas Islam Indonesia justru banyak berinisiatif agar akar-akar terorisme dan akar-akar radikalisme Islam disembuhkan dahulu melalui pemberdayaan umat dan pesantren. Pendidikan yang baik dan kesejahteraan yang relatif aman dapat mengurangi umat Islam dari keterlibatan terorisme dan radikalisme.
            Di sini, fakta HAM tengah mengalami anti-klimaks di Timur Tengah melalui serangan membabibuta militer Israel atas komunitas Gaza. Kini korban-korban konflik Israel-Palestina yang berjumlah lebih dari 1000 orang (termasuk anak-anak, wanita, dan orang tua) menyuguhkan belum pulihnya tragedi kemanusiaan di jaman modern. Kerjasama global yang selama ini terjalin baik dalam menyelesaikan masalah HAM seperti ternoda dan kehilangan maknanya. Agama-agama harus menjadi spirit perdamaian dan spirit penegakan HAM tanpa batas sehingga menjadi topangan kuat bagi terjalinnya kehidupan manusia yang terlindungi secara HAM.
Prinsip semacam trias politica ini menjadi sangat penting untuk diperhitungkan ketika fakta-fakta sejarah mencatat kekuasaan pemerintah (eksekutif) yang begitu besar ternyata tidak mampu untuk membentuk masyarakat yang adil dan beradab, bahkan kekuasaan absolut pemerintah seringkali menimbulkan pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia.
Demikian pula kekuasaan berlebihan di lembaga negara yang lain, misalnya kekuasaan berlebihan dari lembaga legislatif menentukan sendiri anggaran untuk gaji dan tunjangan anggota-anggotanya tanpa mempedulikan aspirasi rakyat, tidak akan membawa kebaikan untuk rakyat.
Intinya, setiap lembaga negara bukan saja harus akuntabel (accountable), tetapi harus ada mekanisme formal yang mewujudkan akuntabilitas dari setiap lembaga negara dan mekanisme ini mampu secara operasional (bukan hanya secara teori) membatasi kekuasaan lembaga negara tersebut.
Saat ini arti demokrasi sendiri sudah banyak tercemar oleh kosakata humanisme yang mengarah pada konsep liberalis semata. Secara harafiah demokrasi disamakan dengan kebebasan yang tanpa batas. Harus diingat bahwa konsep demokrasi yang membebaskan mensyaratkan "kedewasaan" penggunanya. Demokrasi bukanlah ideologi yang memberikan ruang tak terbatas terhadap setiap keinginan dan kepentingan rakyat karena terlalu bebasnya unjuk kepentingan dengan alih-alih demokrasi akan menyebabkan perbenturan kepentingan-kepentingan itu sendiri.
Di luar itu, demokrasi mensyaratkan suatu konstitusi yang benar-benar kokoh dan sehat supaya dapat mengakomodasi kepentingan seluruh rakyat secara positif dan tidak saling berbenturan. Negara-negara yang sukses dengan konsep demokrasi bukan berarti negara yang memberikan kebebasan kepada warga negaranya sebebas-bebasnya secara harafiah. Negara demokrasi yang sukses adalah sebuah negara dengan konstitusi yang kokoh, jelas, sehat, dan menjunjung nilai-nilai dasar yang mutlak tidak terbantahkan kebenarannya. Karena demokrasi memberi ruang kepada rakyatnya untuk memberikan "suara" dan mengungkapkan kepentingannya masing-masing, diperlukanlah suatu kedewasaan dimana setiap rakyat sadar bahwa mereka tidak mungkin memperjuangkan kepentingan mereka jika itu melanggar hak dan kepentingan mendasar dari orang lain. Kemungkinan terjadinya perbenturan kepentingan inilah yang harus dijaga oleh konstitusi yang kokoh dan sehat sehingga demokrasi dapat dijalankan dengan sehat dan memberikan rasa aman bagi setiap warga negara. Saat konstitusi semacam itu sudah terbentuk, maka setiap warga negara dapat memperjuangkan kepentingannya dengan jelas dan dalam suatu bentuk yang pasti dan terjamin dalam konstitusi.
Demokrasi sendiri seringkali terjegal oleh prinsip dimana kepentingan manusia dianggap tidak terbatas dan sangat sulit untuk dikonsolidasikan. Oleh karena itu, suatu konstitusi harus dibuat sesuai dengan pilihan karakter kebangsaan yang dipilih secara sadar dan mantab sebagai suatu identitas kebangsaan. Konstitusi tersebut disusun dan dipilih oleh "suara" rakyat sebagai simbol karakter mereka sebagai suatu bangsa yang berbeda satu sama lainnya selain juga mencerminkan cita-cita mereka sebagai suatu bangsa. Sebagai contoh, demokrasi Amerika dan demokrasi Indonesia adalah suatu bentuk demokrasi yang berbeda secara konstitusional. Misal, demokrasi Amerika berkomitmen pada hak-hak individu sebagai suatu bangsa, sedangkan demokrasi Indonesia sejak terbentuknya berkomitmen pada persatuan dan kesatuan berbagai suku, agama, dan ras sebagai satu bangsa. Namun keduanya sama-sama meletakkan sistem pemerintahannya dalam kondisi parlementer dimana rakyat dianggap sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dan penentu nasibnya sendiri yang diwakilkan pada sekelompok wakil rakyat hanya saja dengan kepentingan, batasan, dan arah pergerakan bangsanya yang berbeda. Secara mudahnya, demokrasi Amerika menjamin setiap warga Amerika "bergerak" bebas sebagai seorang Amerika, sedangkan demokrasi Indonesia menjamin setiap warga Indonesia "bergerak" bebas sebagai seorang Indonesia.
Dalam Islam ada yang dikenal dengan istilah Syura atau musyawarah. Yang merupakan derivasi (kata turunan) dari kata kerja ‘syawara’. Dan kata ‘syawara’ mempunyai beberapa makna, antara lain memeras madu dari sarang lebah; memelihara tubuh binatang ternak saat membelinya; menampilkan diri dalam perang. Dan makna yang dominan adalah meminta pendapat dan mencari kebenaran.
Dan secara terminologis, syura bermakna “memunculkan pendapat-pendapat dari orang-orang yang berkompeten untuk sampai pada kesimpulan yang paling tepat.” (Nizhamul-Hukmi Fil-Islam, Dr. ‘Arif Khalil, hal. 236)
Meminta pendapat dan mencari kebenaran adalah salah satu prinsip dalam demokrasi yang dianut sebagian besar bangsa di dunia. Didalam Islam bermusyawarah untuk mencapai mufakat adalah hal yang disyariatkan.
“Dan orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka diputuskan dengan musyawarah antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka.” (QS. Asy-syura: 36)
Dengan ayat itu, kita memahami bahwa Islam telah memposisikan musyawarah pada tempat yang agung. Syari’at Islam yang lapang ini telah memberinya tempat yang besar dalam dasar-dasar tasyri’ (yurisprudensi). Ayat itu memandang sikap komitmen kepada hukum-hukum syura dan menghiasi diri dengan adab syura sebagai salah satu faktor pembentuk kepribadian Islam, dan termasuk sifat-sifat mukmin sejati. Dan lebih menegaskan urgensi syura, ayat di atas menyebutkannya secara berdampingan dengan satu ibadah fardhu ‘ain yang tidaklah Islam sempurna dan tidak pula iman lengkap kecuali dengan ibadah itu, yakni shalat, infak, dan menjauhi perbuatan keji.
Hal tersebut menunjukan bahwa, Islam secara langsung menerapkan prinsip pengambilan keputusan;musyawarah yang menjadi sendi utama dalam demokrasi modern (dari, oleh dan untuk kepentingan rakyat).
Yang menjadi poin penting dalam demokrasi bukan sistem trias politiknya, yang membagi pemerintahan kedalam tiga lembaga (eksekutif, yudikatif dan legislatif), melainkan sisitem checks and balances yang berlangsung dalam pemerintahan itu. Tentunya agar bisa berjalan maka, harus ada keterbukaan dari masing-masing elemen dalam pemerintahan itu. Dan keterbukaan itu dapat diwujudkan dalam sebuah bentuk musyawarah yang efisien, efektif dan egaliter. Tentu saja tujuan adalah kesejahteraan rakyat.
BAB III
Penutup
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan paparan diatas dan pembahasan diatas dapat ditarik keimpulan berdasarkan beberapa analisis. Dari analisis diatas antara HAM yang berkembang di dunia internasional tidak bertentangan antara satu sama lain. Bahkan organisasi Islam internasional yang terlembagakan dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI) pada 5 Agustus 1990 mengeluarkan deklarasi HAM.
Kemudian Islam mematahkan bahwa dalam Islam telah dibicarakan sejak empat belas tahun yang lalu (Anas Urbaningrum, 2004;91). Fakta ini mematahkan bahwa Islam tidak memiliki konsep tentang pengakuan HAM. Ini dibuktikan oleh adanya piagam madinah (mitsaq Al-Madinah) yang terjadi pada saat Nabi Muhammad berhijrah ke kota Madinah. Dalam dokumen madinah atau piagam madinah itu berisi antara lain pengakuan dan penegasan bahwa semua kelompok di kota Nabi itu, baik umat yahudi, umat nasrani maupun umat Islam sendiri, adalah merupakan satu bangsa (Idris, 2004;102). Dalam dokumen itu dapat disimpulkan bahwa HAM sudah pernah ditegakkan oleh Islam
Berdasar analisis diatas Islam mengandung pengaturan mengenai HAM secara tersirat. Dapat kita bagi menjadi sembilan bagian hak asasi manusia dalam islam yang pengaturannya secara tersirat.
Hak atas hidup, dan menghargai hidup manusia. surah Al-Maidah ayat 63. Hak untuk mendapat pelindungan dari hukuman yang sewenag wenang yaitu dalam surat Al An’am : 164 dan surat Fathir 18. Hak atas keamanan dan kemerdekaan pribadi terdapat dalam surat An Nisa ayat 58 dan surat Al-Hujurat ayat 6. Hak atas kebebasan beragama memilih keyakinan berdasar hati nurani secara tersirat dalam surat Al Baqarah ayat 256 dan surat Al Ankabut ayat 46. Hak atas persamaan hak didepan hukum secara tersirat terdapat dalam surat An-Nisa ayat 1 dan 135 dan Al Hujurat ayat13. Dalam hal kebebasan berserikat Islam juga memberikan dalam surat Ali Imran ayat 104-105. Dalam memberikan suatu protes terhadap pemerintahan yang zhalim dan bersifat tirani secara tersirat dapat dilihat pada surat an-nisa ayat 148, surat al maidah 78-79, surat Al A’raf ayat 165, surat Ali Imran ayat 110.
Dalam pemenuhan kebutuhan dasarnya seperti bentuk hak positif dalam hak ekonomi sosial dan budaya Islam pun mengandung secara tersirat mengenai hak ini. Hak mendapatkan kebutuhan dasar hidup manusia secara tersirat terdapat dalam surat Al Baqarah ayat 29, surat Ad-Dzariyat ayat 19, surat Al Jumu’ah ayat 10. Dalam hak mendapatkan pendidikan Islam juga memiliki pengaturan secara tersirat dalam surat Yunus ayat 101, surat Al-Alaq ayat 1-5, surat Al Mujadilah ayat 11 dan surat Az-Zumar ayat 9.
3.2 SARAN
·       Diharapkan setelah membaca makalah ini dapat membedakan antara demokrasi     di Indonesia dan demokrasi Islam dan dapat melihat sisi baik dan buruknya.
·       Diharapkan setelah membaca makalah ini dapat memahami pentingnya HAM dalam kehidupan kita dan kewajiban kita untuk menjaganya.
·       Diharapkan setelah membaca makalah ini dapat membedakan antara hukum islam dan hukum yang berlaku di Indonesia dan dapat melihat perbedaannya.






BAB IV
Daftar Pustaka
1.      Al-Qur’an
2.      Thaha, Idris, Demokrasi Religius: Pemikiran Politik Nurcholish Madjid dan M. Amien Rais, Jakarta: Penerbit Teraju, 2004
3.      Radjab, Suryadi, Dasar-Dasar Hak Asasi Manusia, Jakarta: PBHI, 2002
4.      Idrus, Junaidi, Rekonstruksi Pemikiran Nurcholish Madjid Membangun Visi dan Misi Baru Islam Indonesia, Jogjakarta: LOGUNG PUSTAKA, 2004
5.      Pramudya, Willy, Cak Munir, Engkau Tak Pernah Pergi, Jakarta: GagasMedia 2004
6.      Nainggolan, Zainuddin S., Inilah Islam, Jakarta: DEA, 2000
7.      Urbaningrum, Anas, Islamo-Demokrasi Pemikiran Nurcholish Madjid, Jakarta: Penerbit Republika,2004
8.      Setiardja. A. G. (1993). Hak-hak Asasi Manusia berdasarkan Ideologi Pancasila, Yogyakarta : Penerbit Kanisius
9.      Hadits Shohih : H.R. Bukhori dan H.R. Muslim.
10.  www.ham.go.id.

.




1 komentar:

  1. Merkur Merkur 34C Progress Gaming Razor - California
    Merkur 34C Progress Gaming deccasino Razor Merkur has kadangpintar a very impressive design หารายได้เสริม with an excellent balance of high quality shaving equipment. Merkur 34C Progress Gaming

    BalasHapus